Selasa, 29 Januari 2008

 

Tangisan di pinggir jalan

Seorang wanita setengah baya menangis dipinggir jalan. Di pagi hari, disebuah jalan yg berdebu, penuh asap dan mulai panas. Dia terisak di sepanjang detik-detik penantiannya menunggu iring-iringan rombongan pengantar jenazah Jendral Besar (Purn) H. M. Soeharto. Tangisnya pun menjadi tatkala iring-iringan melewatinya dengan disertai seruan sirene kereta jenazah yg sepertinya menyayat hatinya. Airmata yg jatuh perlahan dari matanya, pipi, dagu hingga jatuh ke bumi menjadi bukti pilunya sebuah kehilangan.

Sang Jendral tidak mengenalnya, dia bukan kerabat dekatnya, bukan bawahannya, bukan lawan politiknya, bukan juga teman. Dia hanya seorang rakyat biasa yg merindukan saat-saat negeri ini dipimpin oleh seorang presiden bernama Soeharto. Dimana dia tak perlu susah payah mengantri untuk seliter minyak tanah, dimana harga beras dan kebutuhan pokok lainnya tidaklah semahal sekarang.

Dia terus menangis hingga rombongan terakhir terlihat menjauhinya hingga menghilang. Berharap agar hidupnya tidak bertambah susah lagi.

Mungkin jika saat ini pemerintah memperhatikan kebutuhan rakyatnya dengan baik dan benar, dia tak kan menangis seperti itu.

Selamat jalan.

Label:


Komentar: Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]