Selasa, 31 Maret 2009
Gw dan Java Jazz Festival
"...kan Jazz mas...!!!" jawabnya "berkelas" saat gw komplen soal Rp. 20.000 untuk parkir. Gile... Trus kalo ini pagelaran dangdut? musik pop? rock? campur sari? berapa jadinya.. lebih murah kali ya? dalam hati gw bertanya-tanya..
Kamis, 26 Maret 2009
Telephone umum hari ini
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYE-T1jAcF0PtpjdyWXl2hnhLZoQ1fjgIssp9q74V_95KN50QEEb9W0GR4gT49ZwOCg6vObotZWalzHHdherdYTD5Tbh0QOXO6nh0CTUwn8y_cnoBWAFVUDIH6Bc7R8D3OfNptKWld9q0/s400/telpon+umum+%26+kerupuk.jpg)
Di Jakarta, sebuah fasilitas publik belum tentu selamat dari tindakan iseng atau vandalisme oleh sebagian dari publik itu sendiri. Entah dicorat-coret atau pada tingkatan yang lebih ekstrim, pengerusakan. Tindakan tersebut sangat tidak "saya banget", saya lebih senang dengan yang lebih kreatif. Teringat akan seorang teman melubangi koin seratusan logam dan diikatkan benang sehingga ia dapat menelpon berulang kali, ia menamakannya koin tarik. Lain hal dengan telephone umum didepan SMA saya dulu, seorang teman bahkan bisa membajak telephone umum tersebut sehingga tanpa koin pun ia bisa menelepon dengan gratis.
Seiring dengan perkembangan wartel-wartel, pager dan kemudian handphone, telephone umum seperti tidak terlihat eksistensinya. Walaupun masih terlihat dibeberapa tempat, namun kehadirannya hanya seperti pelengkap dekorasi kota. Tak terlihat antrian panjang disebuah telephone umum seperti apa yang saya alami pada jaman keemasannya.
Sabtu, 21 Maret 2009
Aku dan jantung
Aku sendiri dengan detak jantung
Bersautan dengan detik detik jam yang bergulir
Entah sudah berapa kali ia berdetak
Satu yang pasti, apa yang dikerjakannya
Membuat aku masih hidup sampai saat ini
Aku sendiri dengan detak jantung
Bersama tenggelam dikedalaman air
Bukan untuk mati
Hanya untuk mendengarkan suara
Degup-degup kehidupan
Aku sendiri dengan detak jantung
Mengikuti ketukan tiap-tiap nafas
Begitu indah
Seperti ketukan sebuah mesin drum
Mengiringi ritme sampai akhir lagu
Aku sendiri dengan detak jantung
Merasa beruntung dan bersyukur
Betapa ia berjalan tanpa ku suruh
Untuk suatu tujuan yang pasti
Sebuah pelajaran bagi yang berpikir
Pagi, Ciumbuleuit, 20 Maret 2009
Bersautan dengan detik detik jam yang bergulir
Entah sudah berapa kali ia berdetak
Satu yang pasti, apa yang dikerjakannya
Membuat aku masih hidup sampai saat ini
Aku sendiri dengan detak jantung
Bersama tenggelam dikedalaman air
Bukan untuk mati
Hanya untuk mendengarkan suara
Degup-degup kehidupan
Aku sendiri dengan detak jantung
Mengikuti ketukan tiap-tiap nafas
Begitu indah
Seperti ketukan sebuah mesin drum
Mengiringi ritme sampai akhir lagu
Aku sendiri dengan detak jantung
Merasa beruntung dan bersyukur
Betapa ia berjalan tanpa ku suruh
Untuk suatu tujuan yang pasti
Sebuah pelajaran bagi yang berpikir
Pagi, Ciumbuleuit, 20 Maret 2009
Label: puisi
Berlangganan Postingan [Atom]