Kamis, 27 Maret 2008

 

Ayo maju !!!

Pagi ini di kantor gw ada sosialisasi mengenai sistem gaji yang baru. Bukan soal sistem gajinya yang mau gw ceritain, tetapi mengenai bagaimana peserta yang menghadiri acara ini harus disuruh untuk maju kedepan agar tidak menumpuk dibelakang.

Peristiwa ini mengingatkan gw saat kuliah dulu, dimana deret bangku didepan agak renggang dibandingkan yang dibelakang.

"Inilah kenapa bangsa kita gak maju-maju" ujar salah seorang pegawai senior disebelah gw.

Beliau lalu menceritakan pengalamannya waktu masih kuliah di negeri kangguru sana, dimana mahasiswa Indonesia memenuhi bagian belakang kelas dan mahasiswa keturunan cina terlihat banyak berada dideretan paling depan. Mereka aktif bertanya bila ada hal yang dirasa kurang jelas. Itulah kenapa bangsa cina maju.

Masih mau dibelakang?

Label:


Selasa, 25 Maret 2008

 

mampet

banyak banget yang mau gw tulis.
semua yang mau gw tulis sepertinya menumpuk dikepala.
hingga mungkin terlalu lama.
sekarang malah kata-kata itu gak mau keluar sama sekali.

Label:


Rabu, 19 Maret 2008

 

hand

Label:


Selasa, 18 Maret 2008

 

Mati Kelaparan

seekor tikus mati kelaparan di sebuah lumbung padi
kucing pun bertanya dalam hati
kenapa ?

Label:


Rabu, 12 Maret 2008

 

Hanura Vs Hanuman

Setelah melihat begitu banyaknya poster, spanduk dan stiker Partai Hanura terbersit keinginan untuk membuat sebuah partai tandingan. Jika Hanura adalah kependekan dari Hati Nurani Rakyat maka saya akan membuat Partai Hati Nurani Manusia.

Sederhana saja saya memilih nama itu karena pada kenyataannya banyak rakyat di republik ini yang bukan manusia. Mengatasnamakan rakyat tapi tidak berhati nurani selayaknya manusia. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya mengurungkan niat saya tersebut begitu saya tahu singkatannya menjadi Hanuman.

Label:


Selasa, 11 Maret 2008

 

Lubang-lubang Jakarta

Kalo diibaratkan kondisi jalan raya ibukota saat ini adalah seperti gigi anak kecil yang suka makan permen dan coklat yang jarang gosok gigi. Tepat sekali. Banyak lubangnya. Entah karena aspalnya yang jelek atau kondisi alam yang mengganas atau semakin ramainya kendaraan yang lalu lalang melindas seenaknya. Lubang-lubang itu seperti menjamur, pertama lubang kecil perlahan membesar, kemudian timbul lubang baru, dipinggir bahkan ditengah jalan sekalipun.

Hujan yang kadang turun semaunya praktis membuat lubang-lubang itu tampak seperti kolam-kolam kecil, namun bedanya tak ada ikan disana. Tak ada yang tau dalam atau tidaknya kolam itu. Sebagian besar kendaraan, atas nama keselamatan, memilih melambatkan kecepatannya untuk melewatinya. Sebagian pun ada yang nekat dan terjatuh.

Tak hanya satu dua tiga saja lubang-lubang itu memakan korban. Atas dasar itulah diperlukan dokter gigi untuk menambalnya, walhasil jalanan ibukota sekarang penuh dengan tambalan disana-sini. Teknik tambal sulam pun diperkenalkan untuk mengatasi masalah lubang ini. Jadi jangan heran bila berkendara jalanan seperti tidak rata atau malah seperti bergelombang.

Jalanan adalah seperti penghubung berbagai macam geliat sibuknya sebuah kota. Jakarta sebagai ibukota negara memang sudah terkenal macet dan kita masih berupaya mengatasinya, antara lain dengan mendesign sistem transportasi massal seperti busway yang sudah berjalan dan monorail yang akan segera tayang. Namun kondisi ini jangan diperparah lagi dengan infrastruktur yang pas-pasan, jalanan ibukota semestinya harus tahan banting menghadapi cuaca yang tak menentu dan lindasan jutaan kendaraan setiap harinya. Jakarta pasti bisa, hanya tinggal komitmen dan totalitas "sang empunya" Jakarta untuk membuat Jakarta lebih baik lagi.

Tulisan dari seorang pengendara motor yang menjadi salah satu korban lubang di Jalanan Ibukota.

Label: ,


Rabu, 05 Maret 2008

 

Sebuah akhir yang baik

Akhir tahun 2007 lalu saya berkesempatan mengikuti seminar pengembangan diri dengan menghadirkan Bpk. Ibnu Suryana dari Synergy. Tema yang dibawakannya adalah mengenai "Demotivasi", bagaimana kita sebagai manusia harus selalu termotivasi untuk mencapai tujuan hidupnya masing-masing.

Ada satu pembicaraannya yang menarik perhatian saya, beliau mengatakan setiap bayi yang lahir ke dunia ini pasti menangis, sementara orang-orang disekelilingnya pasti bergembira. Ayah dan Ibu sang bayi tentu sangat senang dengan kehadiran anaknya ini, kakek dan nenek bergembira dengan kehadiran cucunya yang lucu. Keluarga yang lain sudah pasti merasakan hal yang sama atas kelahiran sang jabang bayi ini.

Hal yang sama juga saya rasakan beberapa waktu yang lalu, saat teman baik saya mengabarkan bahwa anaknya telah lahir dengan sehat dan selamat. Saya senang sekali waktu itu, terlebih lagi teman saya itu, terlebih lagi istrinya, kedua orangtuanya, mertuanya, kakak dan adiknya, serta semua handai tolan menyambut kegembiraan ini.

Kemudian beliau melanjutkan pembicaraannya "Dan jika saya mati, saya mau kebalikannya. Dimana semua bersedih dan menangis sementara saya bergembira".

Beberapa hari yang lalu, tepatnya 28 Februari 2008 seorang anak adam meninggal persis seperti apa yang diinginkan oleh Bpk. Ibnu Suryana diatas. Saya turut berduka. Saya tidak mengenalnya dengan baik, yang saya tahu dia telah menutup lembaran hitam masa lalunya dengan lembaran putih yang berlapis-lapis di sisa hidupnya. Hidup di jalan Alloh. Dia pergi dengan meninggalkan senyum diwajahnya yang bersinar dan meninggalkan wajah-wajah sedih yang kehilangan sosok bernama Bangun Sugito (Gito Rollies).

Ada tanya yang terlintas kini, jika saya mati apakah saya akan seperti yang diinginkan oleh Bpk. Ibnu Suryana diatas? Atau apakah saya dan semua orang yang saya tinggal akan sama-sama bersedih? Atau apakah saya bersedih sementara ada sebagian orang yang tersenyum bahkan tertawa mensyukuri kematian saya?

Khusnul Khotimah.

Label:


This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]